Konten [Tampil]
Judul Buku : Critical Eleven
Penulis : Ika Natassa
Editor : Rosi L. Simamora
Desain Sampul : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 344 hlm
Cetakan : Pertama, 2015
ISBN : 978-602-03-1892-9
Sinopsis :
In a way, it's kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.
Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya.
Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.
Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya.
Editor : Rosi L. Simamora
Desain Sampul : Ika Natassa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman : 344 hlm
Cetakan : Pertama, 2015
ISBN : 978-602-03-1892-9
Sinopsis :
Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat—tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing—karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It's when the aircraft is most vulnerable to any danger.
In a way, it's kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.
Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya.
Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.
Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya, setiap babnya merupakan kepingan puzzle yang membuat kita jatuh cinta atau benci kepada karakter-karakternya, atau justru keduanya.
Kilas Balik Critical Eleven
Pernikahan bukan akhir dari sebuah cerita happy ending, tapi awal dari sebuah perjalanan yang diperankan oleh dua orang di dalamnya yang saling bersinggungan. Saling percaya satu sama lain, menjalin komunikasi, saling berbagi cerita - baik itu senang maupun yang tidak - dan masih banyak lagi hal-hal lainnya. Dan hal itulah yang menjadi problema di dalam pernikahan antara Ale dan Anya.
"...., Bandara itu seperti tempat perpisahan sementara. A temporary break form my mundane life." (hlm. 5)
Ale dan Anya adalah sepasang suami istri yang dulunya selalu diliputi kebahagian. Bahkan Ale dan Anya di nobatkan sebagai pasangan couple yang romantis oleh sahabat Anya. Pertemuan pertama tanpa di sengaja oleh keduanya di dalam pesawat. Berlanjut dengan pertemuan kedua mereka setelah pertemuan pertama mereka di pesawat sebulan kemudian. Lalu hubungan yang intens selama tujuh hari, dan memutuskan berpacaran setelahnya. Setahun setelahnya, Ale melamar Anya dengan anggukan tegas dan jawaban iya dari Anya, keduanya pun melangsungkan pernikahan.
Walaupun pernikahan mereka selalu di temani oleh jarak yang cukup jauh, tidak membuat hubungan keduanya tidak baik-baik saja. Pernikahan mereka awalnya baik-baik saja tanpa masalah yang berarti. Hingga sebuah tragedi yang seharusnya bisa mereka selesaikan bersama-sama malah hancur di persimpangan pernikahan yang berumur 4 tahun. Dan itu di karenakan satu kalimat yang terucap dari mulut Ale. Hal itu juga yang membuat Anya sangat membenci Ale sekaligus mencintai suaminya.
"Berani menjalin hubungan berarti berani menyerahkan sebagian kendali atas perasaan kita kepada orang lain." (hlm. 8)
Critical Eleven - Ika Natassa
Ini merupakan karya Ika Natassa yang saya baca setelah Antologi Rasa dan The Architecture of Love. Dan TAOL adalah karya pertama Ika Natassa yang saya baca juga yang membuat saya langsung jatuh cinta dan penasaran dengan semua karya-karya lamanya.
Jika kalian sudah membaca dua buku Ika Natassa, pasti akan langsung membekas di benak kalian ciri khas dari seorang Ika Natassa di setiap buku-bukunya. Yupp, di antaranya ada bahasa Inggris yang menjadi kelebihan sekaligus kekurangan dari karyanya dan gaya berceritanya yang informatif sangat khas sekali sang penulis. Penulis yang memiliki gaya tulisan yang unik. Lebih banyak mengangkat latar kehidupan dan beberapa masalah yang kekinian.
Untuk Critical Eleven penulis mengisahkan tentang problema sebuah pernikahan dari pasangan Ale dan Anya. Padahal di awal pernikahan mereka termasuk salah satu pasangan yang harmonis dan bahkan romantis. Hingga di suatu hari musibah melanda keduanya, cinta mereka diuji, dan bahtera rumah tangga mereka dipertaruhkan.
Jika kalian berada di posisi Anya, hamil 9 bulan, melahirkan dalam kondisi bayi sudah tidak bernyawa, siapa yang harus di salahkan? Belum cukup sampai disitu, tiba-tiba Ale dengan mudahnya mengeluarkan satu kalimat yang mampu membuat Anya bertanya-tanya salahkah ia yang memilih Ale sebagai suaminya dulu? Cinta dan masa lalu seakan tidak pernah ada. Untuk apa sebuah pernikahan jika salah satu dari mereka malah menyalahkan yang lainnya. Bukankah sebuah pernikahan untuk saling medukung satu sama lain, agar pondasi sebuah pernikahan semakin kuat bukannya semakin goyah.
Cara penulis menyisipkan bagaimana agama islam menuntun umatnya, ketika sedang mendapat ujian dan cobaan, termasuk ujian rumah tangga. Seperti Ale yang bahkan saya tidak pernah terpikirkan kalau Ale akan melaksanakan shalatnya, bersujud menghimpun petunjuk dari Tuhan. Namun yang sangat saya sayangkan Ale dan Anya beragama Islam tapi kenapa mereka malah memelihara anjing di dalam rumah. Bukankah Anjing haram hukumnya bagi umat islam.
Yang paling menarik dari setiap buku-bukunya Ika Natassa adalah sudut pandang dan cara penyampaian ceritanya. Di Critical Eleven penulis menggunakan POV 1 antara Ale dan Anya secara bergantian. Sehingga membuat pembaca merasa lebih dekat dan bisa memahami seperti apa perasaan mereka masing-masing. Sehingga tak ayal membuat saya gregetan sendiri dengan tingkah keduanya, Anya yang plin-plan; cinta tapi benci ke suaminya sendiri. Dan Ale yang kurang peka, tidak sadar diri untuk segera bertindak dan mengambil keputusan, supaya masalah yang mereka hadapi tidak berlarut-larut. Penulis juga mampu menggambarkan satu kejadian yang sama antara Ale dan Anya melalui POV 1. Sehingga kita sebagai pembaca bisa ikut merasakan perasaan keduanya tanpa harus menyalahkan satu sama lain.
Alur ceritanya yang mengalir pun sangat menarik perhatian saya. Karena diceritakan secara alur mundur. Untuk perpindahan ceritanya dari masa sekarang ke flashback pun sangat rapi. Kalau boleh jujur saya bahkan lebih tertarik dengan flashback-nya dari pada inti ceritanya sendiri. Karena flashback-nya membuat alur ceritanya semakin hidup dan sama sekali tidak mengganggu jalan ceritanya sendiri, malah semakin membantu dan saling melengkapi. Dan yang menjadi flashback favorit saya adalah saat Ale memilih dan membeli cincin lamaran untuk Anya ☺ (penasaran untuk adegan filmnya, kira-kira Reza berhasil tidak yaa untuk adegannya disini).
Untuk karakternya saya sangat mendambakan sosok Ale. Ale yang dewasa. Sebesar apapun badai yang sedang menerpa hubungan pernikahannya, Ale akan tetap bersikeras dan bahkan akan melakukan apapun demi mempertahankan pernikahannya (salut banget buat Ale). Walaupun sebab awal masalah yang timbul di karenakan Ale, tidak membuat saya timbul rasa benci terhadapnya, walaupun di awal-awal sempat juga kesal dengan kalimat yang dilontarkan Ale terhadap Anya. Namun setelah melihat usaha Ale untuk bisa berbaikan dengan Anya timbul rasa simpati. Sosok yang ternyata mempunyai hati yang rapuh jika sudah berhadapan dengan Anya, namun memiliki pemikiran yang dewasa, cara Ale menyikapi masalahnya dengan Anya sangat menarik perhatian.
Untuk karakter Anya sendiri, sedikit di sayangkan. Karena cara Anya menyikapi masalah rumah tangganya. Rasanya tidak masuk akal, karena ia lebih memilih melarikan diri dari pada menyelesaikannya langsung. Apalagi dengan ending-nya membuat saya bertanya-tanya dengan sikap Anya yang sebelumnya yang selalu menolak kehadiran Ale. Dari sini mungkin penulis ingin menyimpulkan bahwa setiap orang pasti berbeda-beda dalam menyikapi masalah hidupnya dan setiap orang punya pemikiran yang berbeda-beda tidak semuanya sama.
Saya agak kesulitan jika ditanya bagian dari novel ini yang menjadi favorit, karna banyak sekali adegan yang sangat berkesan bagi saya. Misalnya monolog Ale dan Anya yang seolah mengajak pembaca untuk merenung. Ciri khas Ika Natassa terlihat jelas disini. Awalnya beliau (melalui Ale dan Anya) membeberkan fakta-fakta menarik seputar banyak hal (pengetahuan umum), sebelum membahas masalah yang sesungguhnya. lumayan bisa menambah pengetahuan dengan cara yang fun dan tidak membosankan.
Ada satu adegan dramatis yang membuat kerja jantung saya was-was. Saat perayaan ulang tahunnya Ale. Adagan ini sangat membekas di pikiran saya (penasaran kejadian seperti apa? baca deh bukunya). Dan saya sangat-sangat penasaran bakal seperti apa adegan versi nyatanya, apakah akan sedramatis di bukunya. Semoga saja iya.
Adegan-adegan yang melibatkan interaksi Ale dan keluarganya lumayan menjadi bagian favorit saya. Saya menyukai cara penulis menggambarkan hubungan antara Ale dan ayahnya, yang meski awalnya kurang harmonis, namun pada akhirnya terlihat sekali bahwa sang ayah sangat menyayangi Ale, dan sebaliknya, Ale yang sangat menghormati ayahnya. Hubungan antara Ale dan Harris (sang adik) pun cukup ampuh menjadi pencerah dalam novel yang bernuansa sendu ini.
Setiap kisah, pasti memiliki pesan moral yang ingin di sampaikan penulis melalui ceritanya. Dan pesan moral yang di sampaikan melalui Critical Eleven ini, di antaranya adalah;
Selain kisah Ale dan Anya, di dalam buku ini juga bertebaran kutipan-kutipan yang menarik dan penuh inspiratif bagi pembaca. Kutipan yang sederhana namun membekas bagi pembaca, bahkan kutipan tentang Kota Jakarta. Karena melalui buku ini banyak pelajaran hidup yang di dapat tanpa menggurui. Untuk kumpulan kutipan favorit-nya bisa di baca di artikel quote-nya ya.
Ini merupakan karya Ika Natassa yang saya baca setelah Antologi Rasa dan The Architecture of Love. Dan TAOL adalah karya pertama Ika Natassa yang saya baca juga yang membuat saya langsung jatuh cinta dan penasaran dengan semua karya-karya lamanya.
Jika kalian sudah membaca dua buku Ika Natassa, pasti akan langsung membekas di benak kalian ciri khas dari seorang Ika Natassa di setiap buku-bukunya. Yupp, di antaranya ada bahasa Inggris yang menjadi kelebihan sekaligus kekurangan dari karyanya dan gaya berceritanya yang informatif sangat khas sekali sang penulis. Penulis yang memiliki gaya tulisan yang unik. Lebih banyak mengangkat latar kehidupan dan beberapa masalah yang kekinian.
Untuk Critical Eleven penulis mengisahkan tentang problema sebuah pernikahan dari pasangan Ale dan Anya. Padahal di awal pernikahan mereka termasuk salah satu pasangan yang harmonis dan bahkan romantis. Hingga di suatu hari musibah melanda keduanya, cinta mereka diuji, dan bahtera rumah tangga mereka dipertaruhkan.
Jika kalian berada di posisi Anya, hamil 9 bulan, melahirkan dalam kondisi bayi sudah tidak bernyawa, siapa yang harus di salahkan? Belum cukup sampai disitu, tiba-tiba Ale dengan mudahnya mengeluarkan satu kalimat yang mampu membuat Anya bertanya-tanya salahkah ia yang memilih Ale sebagai suaminya dulu? Cinta dan masa lalu seakan tidak pernah ada. Untuk apa sebuah pernikahan jika salah satu dari mereka malah menyalahkan yang lainnya. Bukankah sebuah pernikahan untuk saling medukung satu sama lain, agar pondasi sebuah pernikahan semakin kuat bukannya semakin goyah.
"Tuhan memang penulis cerita cinta yang nggak ada duanya." (hlm. 209)
Yang paling menarik dari setiap buku-bukunya Ika Natassa adalah sudut pandang dan cara penyampaian ceritanya. Di Critical Eleven penulis menggunakan POV 1 antara Ale dan Anya secara bergantian. Sehingga membuat pembaca merasa lebih dekat dan bisa memahami seperti apa perasaan mereka masing-masing. Sehingga tak ayal membuat saya gregetan sendiri dengan tingkah keduanya, Anya yang plin-plan; cinta tapi benci ke suaminya sendiri. Dan Ale yang kurang peka, tidak sadar diri untuk segera bertindak dan mengambil keputusan, supaya masalah yang mereka hadapi tidak berlarut-larut. Penulis juga mampu menggambarkan satu kejadian yang sama antara Ale dan Anya melalui POV 1. Sehingga kita sebagai pembaca bisa ikut merasakan perasaan keduanya tanpa harus menyalahkan satu sama lain.
"Hidup memang tidak pernah sedrama di film, tapi hidup juga tidak pernah segampang di film." (hlm. 40)
Alur ceritanya yang mengalir pun sangat menarik perhatian saya. Karena diceritakan secara alur mundur. Untuk perpindahan ceritanya dari masa sekarang ke flashback pun sangat rapi. Kalau boleh jujur saya bahkan lebih tertarik dengan flashback-nya dari pada inti ceritanya sendiri. Karena flashback-nya membuat alur ceritanya semakin hidup dan sama sekali tidak mengganggu jalan ceritanya sendiri, malah semakin membantu dan saling melengkapi. Dan yang menjadi flashback favorit saya adalah saat Ale memilih dan membeli cincin lamaran untuk Anya ☺ (penasaran untuk adegan filmnya, kira-kira Reza berhasil tidak yaa untuk adegannya disini).
Untuk karakternya saya sangat mendambakan sosok Ale. Ale yang dewasa. Sebesar apapun badai yang sedang menerpa hubungan pernikahannya, Ale akan tetap bersikeras dan bahkan akan melakukan apapun demi mempertahankan pernikahannya (salut banget buat Ale). Walaupun sebab awal masalah yang timbul di karenakan Ale, tidak membuat saya timbul rasa benci terhadapnya, walaupun di awal-awal sempat juga kesal dengan kalimat yang dilontarkan Ale terhadap Anya. Namun setelah melihat usaha Ale untuk bisa berbaikan dengan Anya timbul rasa simpati. Sosok yang ternyata mempunyai hati yang rapuh jika sudah berhadapan dengan Anya, namun memiliki pemikiran yang dewasa, cara Ale menyikapi masalahnya dengan Anya sangat menarik perhatian.
Untuk karakter Anya sendiri, sedikit di sayangkan. Karena cara Anya menyikapi masalah rumah tangganya. Rasanya tidak masuk akal, karena ia lebih memilih melarikan diri dari pada menyelesaikannya langsung. Apalagi dengan ending-nya membuat saya bertanya-tanya dengan sikap Anya yang sebelumnya yang selalu menolak kehadiran Ale. Dari sini mungkin penulis ingin menyimpulkan bahwa setiap orang pasti berbeda-beda dalam menyikapi masalah hidupnya dan setiap orang punya pemikiran yang berbeda-beda tidak semuanya sama.
Saya agak kesulitan jika ditanya bagian dari novel ini yang menjadi favorit, karna banyak sekali adegan yang sangat berkesan bagi saya. Misalnya monolog Ale dan Anya yang seolah mengajak pembaca untuk merenung. Ciri khas Ika Natassa terlihat jelas disini. Awalnya beliau (melalui Ale dan Anya) membeberkan fakta-fakta menarik seputar banyak hal (pengetahuan umum), sebelum membahas masalah yang sesungguhnya. lumayan bisa menambah pengetahuan dengan cara yang fun dan tidak membosankan.
"Namun jika sudah takdir, nggak akan ada yang bisa menghentikan seluruh semesta ini berkonspirasi untuk membuat yang harusnya terjadi itu terjadi." (hlm. 210)
Ada satu adegan dramatis yang membuat kerja jantung saya was-was. Saat perayaan ulang tahunnya Ale. Adagan ini sangat membekas di pikiran saya (penasaran kejadian seperti apa? baca deh bukunya). Dan saya sangat-sangat penasaran bakal seperti apa adegan versi nyatanya, apakah akan sedramatis di bukunya. Semoga saja iya.
Adegan-adegan yang melibatkan interaksi Ale dan keluarganya lumayan menjadi bagian favorit saya. Saya menyukai cara penulis menggambarkan hubungan antara Ale dan ayahnya, yang meski awalnya kurang harmonis, namun pada akhirnya terlihat sekali bahwa sang ayah sangat menyayangi Ale, dan sebaliknya, Ale yang sangat menghormati ayahnya. Hubungan antara Ale dan Harris (sang adik) pun cukup ampuh menjadi pencerah dalam novel yang bernuansa sendu ini.
Setiap kisah, pasti memiliki pesan moral yang ingin di sampaikan penulis melalui ceritanya. Dan pesan moral yang di sampaikan melalui Critical Eleven ini, di antaranya adalah;
- Pernikahan bukan hanya antara suami dan istri, tapi tentang dua pihak keluarga. Maka janganlah kamu bermain-main dengan sebuah pernikahan.
- Jangan kamu berpikir, jika sebuah pernikahan adalah akhir dari sebuah cerita happy ending, tapi pernikahan adalah awal dari sebuah cerita antara kamu dan dia.
- Tidak semua yang kamu inginkan, akan kamu dapat. Maka belajarlah untuk menerima apa yang sudah ada, dan bersabar serta ikhlaslah jika kamu belum mendapatkan apa yang kamu inginkan.
Selain kisah Ale dan Anya, di dalam buku ini juga bertebaran kutipan-kutipan yang menarik dan penuh inspiratif bagi pembaca. Kutipan yang sederhana namun membekas bagi pembaca, bahkan kutipan tentang Kota Jakarta. Karena melalui buku ini banyak pelajaran hidup yang di dapat tanpa menggurui. Untuk kumpulan kutipan favorit-nya bisa di baca di artikel quote-nya ya.
"Ada yang bilang Jakarta itu, jika diibaratkan dalam sebuah hubungan, adalah seperti pasangan yang abusive, yang selalu menyiksa, yang membuat kita berulang kali mempertanyakan arti kasih sayang dan cinta, yang menguji kesabaran setiap kali dia memukul kita berulang-ulang, but yet we stay. Yet we don't leave." (hlm. 143)
Bagi kamu yang menyukai kisah romantis, terutama penggemar metropop, Dan ingin mengetahui sisi lain dari kota Jakarta, juga tentang rasanya mencintai dan di cintai dengan tulus, buku ini wajib untuk kamu baca.
Fyi, kehadiran Harris dalam cerita ini tak sekadar sebagai cameo biasa loh, namun sekaligus menjawab rasa penasaran pembaca atas nasib Harris Risjad dan Keara di Antologi Rasa ☺.
Fyi, kehadiran Harris dalam cerita ini tak sekadar sebagai cameo biasa loh, namun sekaligus menjawab rasa penasaran pembaca atas nasib Harris Risjad dan Keara di Antologi Rasa ☺.
R A T I N G
"Kalau kita sudah memilih yang terbaik, seperti ayah memilih ibu dan kamu memilih istri kamu, seperti kita memilih biji kopi yang terbaik, bukan salah mereka kalau rasanya kurang enak. Salah kita yang belum bisa melakukan yang terbaik sehingga mereka juga menunjukkan yang terbaik buat kita."
(hlm. 56)
Tentu saja ada kesenangan dan rasa puas bagi setiap orang, bukan hanya si penulis tapi juga penikmat buku itu tersendiri jika melihat buku yang menjadi hasil karyanya maupun yang menjadi favoritnya difilmkan.
Pertama kali mendengar kabar tentang novel ini di angkat ke layar lebar, rasanya luar biasa banget dan langsung membayangkan siapa artis yang kira-kira cocok memerankan tokoh Ale, Anya dan terutama Harris (ini sosok yang sangat-sangat membuat saya penasaran). Jujur, untuk Ale saya tidak mendapatkan hasil untuk sosok nyata Ale. Tapi, saat melihat postingan dari beberapa teman yang mengatakan bahwa Reza Rahardian yang menjadi Ale saya rasanya kok kurang, ntahlah. Reza menurut pandangan mata saya wajahnya itu raut wajah yang serius. Ale kan mempunyai watak nakal apalagi jika sudah berduaan dengan Anya, nah disini yang saya kurang sreg dengan Reza. Saya malah membayangkan akting Reza di Habibi & Ainun jika Reza beradu akting dengan sifatnya Ale. hehehe... Semoga saja perannya sebagai Ale tidak mengecewakan fans setianya Aldebaran Risjad nantinya.
Gimana dengan Adinia Wirasti? Hmmm,, kalau mbak satu ini saya sihh tidak bisa menghasilkan bidikan yang pas untuk karakter Anya. Mungkin karena saya kurang mengenali sosok Adinia.
Gimana dengan Adinia Wirasti? Hmmm,, kalau mbak satu ini saya sihh tidak bisa menghasilkan bidikan yang pas untuk karakter Anya. Mungkin karena saya kurang mengenali sosok Adinia.
Untuk peran Harris, ntah kenapa langsung tercetus di benak saya adalah sosok Dimas Anggara. Karakter Harris dengan wajahnya Dimas ada kecocokan tersendiri menurut pandangan saya yaa. Walaupun demikian, siapapun nanti yang akan memerankan sosok Harris semoga saja tidak menghilangkan ciri khas dan daya tarik dari seorang Harris Risjad.
Well, setiap pemilihan siapapun artisnya untuk memerankan tokoh hidupnya, pasti sudah di pilih dengan hasil yang maksimal. Saya hanya bisa berharap semoga filmnya tidak kalah keren dengan isi bukunya. Untuk endingnya saya sangat berharap kalau versi filmnya lebih klimaks lagi di banding yang versi bukunya. Penyelesaian konfliknya juga agar lebih reaistis lagi kalau di filmnya, tidak to the point. Kalau yang di buku kok rasanya seperti di paksakan harus 'seperti itu'. Semoga di filmnya lebih nendang lagi.
Satu lagi yang membuat saya penasaran adalah siapa yang akan menggantikan peran Jacky (si Anjing)? Kalau di bayangan saya sih sosok jacky (mungkin) akan diganti dengan seekor kucing (?). Walaupun sangat di sayangkan sih kalau benar-benar diganti, karena peran Jacky di Critical Eleven ini juga sangat berperan penting lohh.
Nah, untuk bagian ini yang menjadi favorit saya di setiap film, soundtrack-nya. Saya sudah membayangkan suaranya Melly Goeslow dan Tulus yang mengisi suasana haru, romantis pokoknya semuanya deh di film ini. Suara mereka tuhh cocok banget, apalagi kalau lagu-lagu yang mellow, Melly dan Tulus bangett.
Harapan saya untuk film Critical Eleven adalah semoga filmnya nanti tidak kehilangan sensasi rasa nano-nanonya (apalagi skenarionya yang di tulis oleh seorang Jenny Yusuf). Soundtrack-nya bagus-bagus (bisa membuat siapapun yang mendengar bisa ikut merasakan kehilangan, kesedihan dan kekecewaan yang di alami oleh Anya dan juga Ale alias 'Baper').
Dan yang terakhir selamat menanti tayangan filmnya untuk kita semua ☺☺☺
Satu lagi yang membuat saya penasaran adalah siapa yang akan menggantikan peran Jacky (si Anjing)? Kalau di bayangan saya sih sosok jacky (mungkin) akan diganti dengan seekor kucing (?). Walaupun sangat di sayangkan sih kalau benar-benar diganti, karena peran Jacky di Critical Eleven ini juga sangat berperan penting lohh.
Harapan saya untuk film Critical Eleven adalah semoga filmnya nanti tidak kehilangan sensasi rasa nano-nanonya (apalagi skenarionya yang di tulis oleh seorang Jenny Yusuf). Soundtrack-nya bagus-bagus (bisa membuat siapapun yang mendengar bisa ikut merasakan kehilangan, kesedihan dan kekecewaan yang di alami oleh Anya dan juga Ale alias 'Baper').
Dan yang terakhir selamat menanti tayangan filmnya untuk kita semua ☺☺☺
Filmnya lumayan OK secara sinematografi dan akting. Tapi ceritanya aku kurang suka.
ReplyDeleteKenapa??
DeleteApakah karena orang-orang yang membaca buku dan film ini terlalu menggebu-gebu dengan alur ceritanya, yang sampe2 bikin baper? eheheh