Konten [Tampil]
Jalan seni memang terjal. Meski berbekal
tekad yang kuat dan kerja keras, Alang masih terseok-seok untuk menggapai mimpi
sebagai musisi. Bapaknya bukanlah tipe penuntut, tapi ia menginginkan anaknya
memiliki cita-cita yang membuat hidupnya lebih sejahtera dibanding kehidupannya
sekarang.
Bapaknya hanyalah seorang tukang becak dan
Ibunya berjualan sayur di pasar pagi. Hobi dan cita-cita Alang dianggap Bapak sangat
mahal dan tidak menjanjikan. Ada banyak kasus di kampunya yang memberi contoh
bahwa pekerja dan penikmat seni hanyalah pekerjaan tak jelas. Seni tak hanya
membuat mereka melarat karena tak bisa memberi penghasilan yang layak, seni
bahkan dapat membuat mereka bermasa depan suram hingga generasi berikutnya.
Alang ingin manut, tetapi ia juga tak bisa
mengalihkan pikirannya kepada selain menjadi seniman. Hanya ada dua pilihan;
tinggal atau pergi untuk tak pernah kembali.
Kisah Alang akan membuka mata kita betapa
untuk menjadi dewasa, adahal-hal yang harus kita putuskan dan tanggung
resikonya seorang diri.
*** Selain ceritanya yang menginspiratif banget bagi pembaca, novel ini juga banyak bertebaran Quotes-quotes menarik dan nggak kalah inspiratif-nya bagi pembaca lohh.. Penasaran dengan quotes-quotes-nya?? Yukk langsung klik >
ALANG :
Hidup tak pernah memberi bahu untuk bersandar
Ketahuilah, kepopuleran tanpa dasar ilmu yang kuat hanya akan menjadi omong kosong. (hal. 182)
Alang merupakan nama tokoh utama yang menjadi prioritas utama di dalam novel ini, dari segala aspek kehidupan dan perjuangannya untuk meraih
apa yang diimpikannya, walaupun di tentang keras oleh Ayahnya sendiri. Berawal dari
pelajaran Seni di sekolahnya membuat Alang menyukai Recorder dan musik. Alang
adalah sosok yang pekerja keras, tidak malas, bahkan ia kerap membantu kedua
orang tuanya dan bisa memenuhi kebutuhan dan keinginannya sendiri tanpa
membebankan keluarganya sendiri.
Arif adalah teman dan juga sahabatnya
Alang. Berbeda dengan Alang, Arif ini kebalikan dari Alang. Malas. Karena insiden
di masa lalu yang melibatkan simbah (kakek) dan keluarganya, membuat Arif tidak mau
berusaha dan merubah apa yang sudah melekat pada keluarga dan masa depannya.
Sedangkan April suka menulis puisi. Bernasib
sama dengan Alang, sama-sama ditentang oleh orang tuanya karena kesukaannya
terhadap seni. Keluarga mereka menganggap kalau seni itu tidak punya masa depan yang cerah alias tidak akan kaya. Satu yang membedakan keduanya, yaitu orang tua April kaya. Mia,
teman perempuan Alang lainnya yang baru dikenalnya saat ada pertunjukan drama
kelas yang membuat mereka mulai dekat dan saling kenal satu sama lain.
Keindahan dalam seni merupakan sebuah kebenaran. Selain sebagai profesi, seniman bisa diartikan sebagai sikap atau jalan hidup. Pilihan yang harus dilakoni secara total. (hal. 185)
Berkat Pak Gun, guru keseniannya saat SMP,
kemampuan Alang bermain gitar semakin bagus, dan Alang setiap harinya selalu
berlatih dirumah Pak Gun untuk meningkatkan kemahirannya bermain gitar. Mengetahui
anaknya yang masih bermain gitar – yang menurut ayah Alang tidak punya masa
depan – membuat Ayah Alang semakin kesal, di tambah lagi dengan alasan lain
yang membuat hubungan kedua ayah dan anak itu semakin jauh. Hingga di suatu
hari, Alang di terima di salah satu kampus Jakarta dengan beasiswa di bidang musik.
Membuat sang Ayah semakin berang dan memberi pilihan kepada Alang.
Hidup di dunia nyata mengajarkan bahwa yang dibutuhkan dalam hidup ini sesungguhnya hanya duit! Dan duit tak bisa kau dapatkan dengan bergelut di bidang seni. Seni itu omong kosong. Seni itu tak bisa menghidupi, yang ada malah membuatmu mati lebih dini. (hal. 26)
Alang berangkat ke Jakarta berdua bersama
Arif. Alang yakin bisa menempuh pendidikan musiknya dengan beasiswa yang
diterimanya dan membiayai kehidupannya dengan cara bekerja sampingan menjadi
sales. Awalnya semua berjalan sesuai dengan rencana Alang. Hingga pertemuannya
kembali dengan April membuat Alang mengabaikan apa tujuannya ke Jakarta. Alang terlalu
fokus dengan keadaan April tanpa perduli dengan keadaanya sendiri hingga Alang di
berhentikan dari beasiswanya. Dan hidupnya bukan lagi tentang musik, tapi April
dan perasaannya.
April sendiri memilih tidak melanjutkan lagi
pendidikan kedokterannya tanpa sepengetahuan orangtuanya sendiri. April sering
berkumpul bersama kelompok sastrawan, belajar membuat puisi. Bersama mereka
membuat April lebih hidup dan bersemangat. Hingga saat kedua orangtuanya marah
dan mencabut semua fasilitas yang di terimanya selama ini, membuat April
berbeda dari April yang sebelumnya di kenal Alang. April menjadi lebih sering
mengeluh tentang hidupnya.
Melihat kondisi April yang tidak terbiasa
hidup susah, Alang dengan tangan terbuka membantu April dan selalu memberinya
semangat, bahkan membantu April dalam bentuk materi, walaupun Alang sadar
hidupnya tidak dalam yang baik-baik saja. Hingga puncaknya saat April tidak
sanggup lagi dan memilih kembali pada orangtuanya dan meninggalkan mimpinya
serta Alang.
Alang sadar, kalau selama ini ia telah
sia-sia membantu dan menunggu April hingga Alanglah yang ditinggalkan begitu
saja oleh April.
Apa yang akan dilakukan Alang setelah kepergian
April? Tetap melanjutkan mimpinya seorang diri atau ia akan mencari pekerjaan
lain di Jakarta untuk membiayai hidupnya?
Mimpi itu hanya untuk seorang pemenang, bukan pecundang. Pemenang itu artinya ia yang tidak mogul atau berhenti ditengah jalan – pada apa pun pilihannya. Pemenang itu juga tidak cengeng. Meski cita-cita dan cintanya kandas, ia akan segera bangkit pulih. (hal. 195)
Alang by
Desi Puspitasari
Menjadi dewasa memang perihal berani mengambil keputusan dengan segala resikonya. (hal. 153)
Ini novel bener-bener jleb banget. Saya terasa
disindir. Dan saya setuju dengan kisah Alang ini. Bahwa semakin berani kita mengambil
keputusan dan menerima semua resiko ke depannya maka kita semakin dewasa dan
paham arti sebuah kehidupan yang sebenarnya. Karena hidup tanpa pilihan itu
bukan apa-apa (bukankah begitu?).
Diceritakan dari sudut pandang POV 3 dari
tiap tokoh-tokohnya, hanya saja lebih difokuskan kepada sosok Alang. Membuat saya
sebagai pembaca bisa memahami bagaimana kegalauan dan gundah-gulana yang dirasakan
oleh Alang. Apalagi di saat ia harus memilih antara keluarga dan cita-citanya. Kisahnya
mengalir dengan rapi, perlahan-lahan semua tanda tanya di benak saya saat
membaca di awal-awal terjawab di bab-bab selanjutnya. Dengan alur maju mundur.
Kota Mediun
Alang bersetting di kota Mediun dan Jakarta. Kemungkinan penulis hanya ingin menfokuskan cerita pada kisahnya Alang saja, sehingga gambaran kota Mediun sendiri tidak digambarkan dengan jelas. Hanya kebiasaan-kebiasaan kecil saja yang sedikit di sebut di dalam novel Alang ini.
Yang paling membuat saya kesal adalah saat
dimana April, Ayahnya Alang, dan Arif yang seakan menyerah dengan keadaan tanpa
terlebih dahulu berusaha. *Uh, rasanya tuh pengin jitakin kepala mereka
masing-masing biar sadar, sebelum mengeluh dan mengomentari tentang segala
macam bentuk kehidupan. Bukannya berusaha dulu malah berkomentar tentang ini dan itu. Ngeselinkan? Untung saja Alang kuat imannya ☺
Hidup dengan kesederhanaan memang terkadang
membuat seseorang itu lebih gampang menyerah. Seperti di kehidupan nyata pada
umumnya. Seperti yang di alami oleh Ayahnya Alang. Lebih menerima keadaan dan
menerima mentah-mentah tentang pandangan orang-orang di sekitarnya tentang musik
dan dunia seni. Tanpa mau mendengar dan menyelami terlebih dahulu keinginan
anaknya. Di lain sisi juga ada ibunya April, yang selalu membanding-bandingkan
anak-anaknya, dan memamerkan kemampuan dan keberhasilan anaknya kepada orang
lain. Nah, kalau untuk sifatnya Ibu April ini saya rasa sampai sekarang masih ada, jangankan di cerita fiksi di kehidupan nyata juga ada yang seperti ini.
Setiap anak pasti memiliki keinginan sendiri yang tak selalu sesuai dengan harapan orangtua. (hal. 138)
Setiap anak punya masa depannya masing-masing. (hal. 111)
Melihat sikap orang tua di dalam kisah
Alang ini, menjadi pembelajaran juga pada orang tua di luar sana agar tidak
memaksa keinginan dan menekan anak-anak mereka untuk menjadi apa yang orang tua
inginkan. Karena ada kalanya keinginan anak dan orang tua itu bisa saja
berbeda. dan jika kita malah menekan, anak-anak akan lebih memilih memberontak
secara diam-diam.
Banyak banget yang bisa di petik dan
dijadikan pedoman untuk hidup kita sehari-hari di novel ini. Karena novel ini
tidak hanya sekadar menghibur pembaca, novel ini juga banyak memberi
pemahaman-pemahaman tentang pilihan hidup, rasa tanggung jawab, betapa
pentingnya pemahaman tentang literasi, bakat yang dimiliki seseorang, kerja
keras, pendidikan dan juga cinta.
Apa pun pilihanmu, jika kau yakin benar-benar mencintai dan mau hidup di dalamnya, maka jadikanlah pegangan yang kuat. Keyakinan dan kemauan untuk bekerja keras itu akan menjawab semua pertanyaan. (hal. 185)
R A T I N G
Identitas Buku :
Judul Buku : ALANG
Penulis : Desi Puspitasari
Editor : Triana Rahmawati
Cover : Resoluzy Media
Penerbit : Mahaka Publishing (Imprint Republika Penerbit)
Jumlah halaman : iv + 235 hal
Cetakan : Pertama, Juni 2016
ISBN : 978-602-9474-09-1
Sangat suka !
ReplyDeleteTerima kasihh :)
DeleteBtw, ini sangat sukanyapadaapa yaa?? Review atau bukunya??Aku harap sihh duan2-nya yaa :)
Mau beli...
ReplyDeleteSemoga segera bisa dibeli dan dibaca yaa :)
DeleteBacaannya menginspiratif bangett.
*Terima kasihsudah berkunjung
👍
ReplyDeleteTerima Kasihh
ReplyDeleteAlang harus menghadapi beragam rintangan untuk impiannya tapi tetap kokoh dan berusaha, beda sama April yang baru terjun ke kesusahan sebentar eh malah pergi
ReplyDeleteIyaa bener bangett..
DeleteAda maunya aja si April ini. Giliran susah aja deket2 Alang..
btw, terimakasih atas kunjungannya Ribka ;)