Konten [Tampil]
Judul Buku : Asmarandana
Penulis : Indah Hanaco
Editor : Afrianty P.Pardede
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tebal Buku : vi + 282 halaman
Terbit : Januari, 2018
ISBN : 978-602-04-5213-5
B L U R B
Levi Abirama, remaja begitu bahagia karena bisa bersama Jessica yang membuatnya tergila-gila. Cintanya pada perempuan itu begitu bergelora meski usia mereka terpaut jauh. Sepuluh tahun kemudian, Levi hanya bisa termangu karena cinta itu jua yang mengantarnya menjadi "sandera" Jessica.
Lewatsebuah perjalanan, Levi malah tak sengaja mengenal Elana Josefin. Gadis muda yang penuh semangat itu bekerja di sebuah resor di tepi Danau Toba. Pertemuan pertama mereka sudah memberi efek magis yang mengubah dunia Levi dan Elana, Hingga lelaki itu lupa, bahwa dia dan Jessica terikat hubungan terlarang yang takkan mudah diurai.
Meski sempat gamang, Levi akhirnya berani mengambil keputusan mengejutkan. Namun sayangnya Jessica tak mau begitu saja melepaskan gigolonya. Melengkapi semua keruwetan itu, Elana sendiri punya rahasia pahit yang takkan pernah ada penawarnya. Apakah semua harus berakhir dengan hati yang luluh lantak?
Review Asmarandana - Indah Hanaco
"Cinta mirip bedama (parang) bermata banyak. Seseorang bisa mati atau bahagia seolah merangkul semesta karena cinta." (hal. 1)
Setuju sama kutipan diatas. Cinta memang mengerikan seperti bedama. Sama halnya seperti yang di alami oleh Levi, seorang anak remaja yang awalnya kagum pada sosok Jessica, yang perlahan merubah rasa kagum menjadi rasa cinta yang meluap-luap.
Awalnya Levi hanya bisa memandang sosok Jessica di poster yang tertempel di kamarnya, namun suatu hari, temannya Edo memberinya kejutan yang tidak pernah dibayangkan Levi akan bisa bertemu dengan sosok nyata Jessica. Mengenal sosok nyata Jessica serta merta mengubah kepolosan remaja Levi Abirama yang juga pada saat itu sedang mengalami kejenuhan dalam kesendiriannya karena ditinggal pergi oleh sang ibu.
Jessica mengajarkannya 'banyak hal'. Memberikannya
pengalaman yang membuat Levi terlena dan terbuai karena kebersamaannya bersama
Jessica. Hingga 2 tahun belakangan Levi mulai ngerasa ada yang aneh pada
dirinya, hanya saja ia takut mengakuinya. Karena kebersamaannya bersama Jessica
sudah menjadi rutinitas yang membuatnya nyaman.
Hingga di suatu sore, pertemuannya dengan
Elana membuat Levi untuk pertama kalinya merasakan sesuatu yang selama ini ia
kira hanya akan ia rasakan pada Jessica saja. Elana dengan eksperimen tehnya
membuat Levi merasa menjadi seseorang yang berbeda. Setelah pertemuannya dengan
Elana, Levi pun semakin berpikir ulang akan hubungannya bersama Jessica. Puncaknya
di saat kemunculan Edo, sahabatnya yang hilang tanpa jejak semakin menguatkan
tekad Levi, namun sayangnya Jessica bukanlah orang yang selama ini ia kenal.
“… Kita tidak akan pisah sebelum aku putusin memang sudah waktunya
untuk membuangmu!” (hal. 208)
Berhasilkah Levi mengakhiri hubungannya
bersama Jessica yang berkeras tidak akan melepaskan Levi? Lalu bagaimana dengan
Elena saat mengetahui status hubungannya dengan Jessica?
“Hidup kadang sulit untuk diramal, berjalan begitu saja. Pas kita tersadar, sudah terlalu banyak hal-hal di luar kehendak yang terlanjur terjadi.”(hal. 75)
***
Membaca buku kak Indah kali ini ntah
kenapa aku rasanya nyeeeessss bangett, sedih sekaligus prihatin sama sosok
Levi. Menjadi ‘peliharaan’ (bahasa kasar dari aku sih ini) dari seorang
perempuan dewasa yang terpaut jauh umurnya. Berawal dari kehidupan yang jauh dari
kata harmonis walaupun tinggal serumah sama ibunya sendiri tidak membuat Levi
merasakan kasih sayang yang layak. Pada saat ibunya meninggal, ada seorang
perempuan yang ‘seperti sudah’ menggantikan sosok ibunya, membuat Levi terbuai
dan nyaman bersama Jessica. Siapa disini yang harus disalahkan? Jessica kah
atau jiwa haus kasih sayangnya Levi?
Diceritakan dari sudut pandang orang
ketiga, membuatku sangat-sangat memahami bagaimana kericuhan perasaannya Levi
dari awal ia di ajak oleh Edo, hingga selama 10 tahun kemudian penolakan
Jessica hingga pertemuannya dengan Elena. Yang membuat aku nggak habis pikir itu
komunitas catwalk (aku pengin bilang ini gilaaakk banget). Sampe-sampe
aku mikir komunitasnya beneran adakah?. Walaupun aku tetap nggak bisa
sependapat dengan Levi di masa remajanya yang seakan sangat mudah dibutakan
karena rasa kagum dan tergila-gilanya pada Jessica.
Alur ceritanya dari awal hingga akhir itu
ngalir, bahasa yang digunakan penulis juga nyaman dan enak dipahami, apalagi
ada catatan kakinya juga. Selain alur ceritanya, setting-nya juga menjadi point
plusnya. Penggambaran tempat wisata dan penginapan di bukit Toba Resor sangat
detail dan jelas. Seakan-akan kita sedang berada ditempat yang sama dengan para
tokohnya, terutama bagian kolam renang yang sama persis penjabarannya dengan
ilustrasi covernya (I love it – sukaaakk banget). Aku sampe googling
resornya, hehhehe sangking penasaran.
“Parapat bukanlah Bali yang hiruk-pikuk. Tapi aku nggak pernah berniat untuk meninggalkan tempat ini. Di sini, tiap saat aku diingatkan akan kebesaran Tuhan. Cukup melihat danau ini, aku pun sadar betapa kecilnya manusia.” (hal. 258)
Untuk konfliknya sendiri, aku dibuat
deg-degan karena merasa was-was dengan nasibnya Levi. Hanya sayangnya ada
beberapa yang menurutku tidak dituntaskan dan sangat berharap diperjelas. Seperti
endingnya Jessica yang tiba-tiba udah gitu aja. Dan lagi keluarganya Elana yang
jujur dari awal aku udah penasaran ada masalah apa dengan Elana dan keluarga
barunya (ini bagian yang sangat membuat penasaran) karena sampai akhir tidak
kejelasan yang berarti, seakan keluarga Elana hanya selintas lewat.
Dan lagi membaca buku ini banyak hal
positif yang kita dapatkan. Di antaranya, menyadarkan kita akan banyak hal
tentang hidup, kasih sayang dan cinta. Terutama rahasia Elana yang sangat
kontras dengan hubungan Jessica dan Levi. Menyadarkan kita bahwasannya banyak
diluar sana yang bersenang-senang tanpa mau tau apa efek yang akan dihadapinya.
Untuk itu kita harus tetap bersyukur dengan apa yang sudah diberi Tuhan dalam
hidup kita.
“Tidak ada yang bisa
menjelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan hati. Ada banyak logika dan
hukum sebab-akibat yang harus pasrah untuk diabaikan. Bicara hati adalah bicara
ketidakpastian.” (hal. 190)
R A T I N G
Post a Comment
Post a Comment