Konten [Tampil]
Judul
Buku : Gentayangan
Penulis
: Intan Paramaditha
Penyelia
Naskah : Mirna Yulistianti
Pemeriksa
Aksara : Sasa
Desain
Sampul : Suprianto
Foto
Sampul : Ugoran Prasad
Penata
Letak : Fitri Yuniar
Cetakan
Pertama, Oktober 2017
ISBN
: 978-602-03-7772-8
Blurb
Jangan sembarang menerima
pemberian, demikian nasihat orang tua
dulu, tapi kau telanjur
meminta paket itu: hadiah sekaligus kutukan. Iblis
Kekasih telah memberimu
sepasang sepatu merah.
Kau terkutuk untuk bertualang,
atau lebih tepatnya, gentayangan.
Bernaung, tapi tak berumah.
Sebuah novel dengan format
Pilih Sendiri Petualanganmu. Gentayangan berkisah tentang perjalanan dan
ketercerabutan, memotret merka yang tergoda batas, yang bergerak dan
tersangkut, yang kabur namun tertangkap. Tergantung jalan mana yang kau pilih,
petualangan terkutuk sepatu merah akan membawamu ke New York kota tikus
perbatasan Tijuana, gereja di Haarlem, atau masjid di Jakarta, di dalam taksi
pengap atau kereta yang tak mau berhenti, hidup atau mati (atau bosan). Selamanya
gentayangan, berada di antara, kau akan temukan cerita para pengelana, turis,
dan migrant tentang pelarian, penyeberangan, pencarian atas rumah, rute, dan
pintu darurat.
Cewek baik masuk surge, cewek
bandel gentayangan.
Kedatangan
Iblis Kekasih yang tiba-tiba ke kamarmu dan berharap untuk dijadikan budakmu
tapi kau tolak. Tapi semenjak itu kehadiran Iblis Kekasih selalu kau harapkan
untuk datang sampai membuatmu ketagihan dan gila akan sosoknya. Hingga suatu
malam kau meminta sesuatu dari Iblis Kekasih dan ia pun berjanji akan
mengabulkannya. Namun sayangnya, bukan Iblis Kekasih yang muncul untuk menepati
janjinya tapi sepucuk surat dari Iblis Kekasih dan sepasang sepatu merah yang
cantik yang membuatmu dapat memenuhi hasratmu untuk berpetualang tanpa tahu
bagaimana cara untuk kembali pulang.
Kekasihku,
Sesuai keinginanmu, kuberikan
kau sepasang sepatu merah yang akan membawamu bertualang. Pemiliknya seorang
perempuan sihir, tapi ia sudah lama mati.
Kuperingatkan dirimu, sepatu
ini adalah sepatu terkutuk.
Kau terkutuk untuk bertualang,
atau lebih tepatnya, gentayangan. Bernaung, tapi tak berumah. Di tempat kau
berasal, hantu gentayangan cuma bisa beristirahat dengan tenang setelah dukun
merapal mantra atau kiai berkomat-kamit membaca Al-fatihah. Biarlah ketegaskan
bahwa disini tak ada dukun atau kiai yang terlibat, sebab ini permainanku, dan
aku juga terkutuk.
Tapi mungkin ini sesuai dengan
keinginanmu. Tiket sekali jalan.
Dalam perjalananmu, kau
akan mendengar banyak cerita, dan kau akan memungut hadiah. Satu
hadiah untuk satu cerita, begitu kira-kira. Kau boleh memilih hadiah,
juga jalan cerita, sesuai keinginanmu.
Kadang kau bertanya bagaimana
kau bisa sampai di suatu tempat. Ini mungkin pengaruh sihir, tapi dalam
perjalanan panjang, seseorang sering mengajukan pertanyaan macam itu.
Kontrak kita terlampir bersama
surat ini. Kuanjurkan kau membacanya.
Semoga kau berbahagia dengan
pilihanmu. Sebab jika kau ingin pulang, kau akan kehilangan segalanya. Rumahmu
tak akan seperti dulu. Di sini bukan lagi tempatmu. Sayangnya, di sana juga
bukan. kontrak ini batal. Sesuai takdirku, aku harus melanglang neraka sampai
kutemukan pewaris sepatu merah yang baru.
Jika kau menyetujui kontrak
ini, kenakan sepatu merahmu. Artinya, kita telah sepakat.
Sungguh aku sangat
mencintaimu. Tapi aku Iblis, maka hadiah untukmu datang bersama kutukan.
Aku tak bisa mencintaimu dengan cara lain.
Hanya
sepucuk surat dan sepasang sepatu merah dari Iblis Kekasih. Dan tokoh ‘kau’
tidak diberi pilihan lainnya selain harus memakai sepatu merah itu tanpa tahu
apa yang akan terjadi setelahnya.
Gentayangan: Pilih Sendiri Pertualangan Sepatu Merahmu
Setelah
memakai sepatu merah di kedua kakinya, tokoh ‘kau’ dikejutkan dengan dirinya
yang sedang berada di dalam sebuah taksi menuju Bandara John F. Kennedy untuk
melanjutkan perjalanan ke Berlin. Sesampainya di bandara, ‘kau’ baru menyadari
jika salah satu sepatu merahmu hilang. Dan di bagian ini, penulis mengajak
pembaca untuk membuat pilihannya sendiri akan lanjutan cerita bersama sepatu
merah. Sesuai judulnya ‘pilih sendiri pertualangan sepatu merahmu’.
“Jika
kau ingin membatalkan perjalananmu dan kembali ke rumahmu di New York (di mana
pun itu), buka halaman selanjutnya.
Jika
kau ingin melaporkan kehilanganmu ke kantor polisi, buka halaman 29.
Jika
kau ingin meneruskan perjalananmu ke Berlin, buka halaman 33.
Pertama
kalinya aku membaca karya penulis dan pertama kalinya juga aku menemukan
sesuatu yang baru di dunia penulisan. Menurutku novel gentayangan ini unik
dengan format cerita pilih sendiri pertualangan sepatu merahmu. Siapapun yang
membaca novel ini diberikan kesempatan untuk memilih jalan cerita dengan si
tokoh ‘kau’. Dengan konsep pilihan inilah, si tokoh ‘kau’ bisa berada dimana
saja. New York, Los Angeles, San Fransisco, Desa Cimbeurit, Berlin, London,
bahkan di Jakarta. Untuk bagian ini aku sendiri untuk awalnya memilih pilihan
pertama dengan membatalkan perjalanan dan kembali ke rumah. Tentu saja di
setiap pilihan yang diberikan penulis menyimpan misteri jalan cerita yang
berbeda dengan akhir cerita yang berbeda pula. Dan disitulah letak keseruannya
membaca novel ini. Seakan nasib si tokoh ‘kau’ berada di tangan si pembaca. Dan
di satu titik aku ngerasa kalau peran si tokoh ‘kau’ ini adalah aku sendiri. Aku
yang sedang menceritakan pengalamanku selama berpetualang dengan sepatu merah.
Tiga
pilihan yang diberikan penulis itu adalah titik awal pembaca memasuki babak
baru yang ingin dilewati bersama si tokoh ‘kau’. Apakah dengan jalur cerita
yang cukup singkat, amat singkat, dan amat panjang. Dan di dalam ketiga jalur
cerita ini bisa jadi membuat pembaca sangat bosan atau jenuh dengan rute jalan
yang mungkin akan ditemukan dengan cerita yang sama. Dan disini pembaca diberi
pilihan akan membaca kembali atau melanjutkan. Kalau aku sendiri, di
pilihan-pilihan yang harus ‘membaca kembali’ aku lewati, karena membaca novel
gentayangan saran aku untuk pembaca ada baiknya menggunakan note untuk
memudahkan dan mengingat rute-rute mana saja yang sudah kita lewati dan menulis
kembali inti dari setiap rute yang sudah kita lewati tersebut. Kecuali bagi
pembaca yang mempunyai daya ingat yang tinggi menggunakan note mungkin bisa di
abaikan. Bagi aku pribadi justru disini letak keunikan dari novel ini. Karena
dari setiap plihan-pilihan yang diberikan penulis semakin membuat rasa
penasaranku meningkat akan apa yang terjadi dengan nasibnya si tokoh ‘kau’.
“Selama ini kau menghidupi
ketidakjelasan, antara menerima kematian suamimu dan menunggunya pulang, antara
hasrat atas rumah dan kecanduanmu terhadap perjalanan. Kau tak di sini dan di
sana, selalu ada di ruang tunggu, di perbatasan.” – hal. 489
Dengan
adanya pilihan-pilihan untuk jalur cerita tentu saja kita akan menemukan
berbagai macam bentuk ending di akhir kata ‘TAMAT’. Dan itu menandakan kalau
pilihan yang kita pilih di awal petualang bersama sepatu merah sudah berakhir.
Menanti sebuah ending saat membaca novel ini seperti kita sedang bermain lotre.
Menanti sesuatu seperti apa yang akan kita dapat di akhir permainan. Seperti
layaknya seseorang yang terjebak di dalam sebuah labirin. Apakah akan berakhir
dengan kebebasan atau terjebak di dalamnya hingga nafas berhenti. Ada ending
yang berakhir dengan menyisakan tanda-tanya, ending yang menyebalkan, ending
yang manis, ending yang cukup tragis yang tak pernah terbayangkan sebelumnya
(di luar ekspektasi), ending dari pembaca (karena pembaca memilih menyelesaikan
petualang kisah si tokoh ‘kau ’di saat penulis ‘lagi-lagi’ memberi pilihan di
antara pilihan lainnya. Bisa dikatakan juga semacam ending versi pembaca),
bahkan ada ending yang membuat aku speechless karena tidak menyangka
akan seperti itu akhir ceritanya, dan masih ada lagi ending-ending di jalur
ceritanya yang kadang buat kita takjub dan dari semua ending yang ada,
terbersit satu tanya dari aku buat penulis saat sedang menyelesaikan proses
menulis novel ini. ‘bagaimana cara penulis membuat, mengatur, meletakkan
susunan jalur ceritanya dengan tidak mengganggu plot cerita yang sudah di
susun.” Aku yang berada di posisi pembaca saja ikut merasakan kerumitan alur
ceritanya. Bagaimana dengan penulisnya. Benar-benar dibuat penasaran dengan
proses pembuatan novel ini.
“Di luar dugaanmu, perjumpaan
pertama bukanlah yang terakhir. Pertemuan itu justru menggulirkan serentetan
kisah yang tak terduga yang kemudian melibatkan dirimu.” – hal. 189
Bagi
aku novel ini ‘rumit’ tapi mengasyikkan. Dengan format cerita yang tidak biasa
membawa kita ke dalam sebuah alur cerita yang tak biasa pula. Penuh misteri dan
teka-teki. Menggunakan sudut pandang orang kedua secara bebas membuat pembaca
bisa memutuskan ingin yang seperti apa kelanjutan ceritanya. Semua pilihan, pembaca
yang menetukan akhirnya. Eitss, tapi tunggu dulu. Bukan berarti karena bebas
memilih pilihan cerita yang ada, pembaca langsung pilih. Di bagian ini seakan
penulis mengajak pembaca untuk berpikir dan bersabar sebelum memutuskan
pilihannya. Pembaca di harapkan mampu untuk mencari tahu makna dari sebuah
perjalanan yang sebenarnya, kebebasan, dan apa pun itu termasuk semua yang di
alami dan di rasakan oleh si tokoh ‘kau’. Dan setiap di akhir cerita (tamat),
pembaca akan merasakan kepuasan tersendiri karena sudah menyelesaikan satu
cerita atau satu jalur dari yang sudah di pilih di antara pilihan lainnya.
“Bagi sebagian orang, dunia
benar-benar kecil. Tapi dunia kecil macam ini bukan – atau belum jadi –
milikmu. Hingga kini, dunia buatmu masih terlalu besar dan tak terhubungkan.” –
hal. 159
Dengan
jumlah halaman 400-an lebih tidak membuat novel ini jenuh bagi ku, namun
sebaliknya. Ketagihan dan menantang. Seakan pembaca ikut di tantang sanggup
tidak untuk menyelesaikan semua pilihan yang tersebar di dalam cerita. Dengan gaya
bahasa yang awalnya membuat aku mengerutkan kening, namun makin ke depannya
jadi semakin seru dan lama-lama akan terbiasa juga dengan gaya bahasa penulis
di cerita ini. Mungkin ini juga karena efek aku belum pernah menikmati karya-karya
penulis sebelumnya, jadi belum terbiasa saja dengan cara berceritanya. Apalagi menggunakan
sudut pandang orang kedua. Benar-benar pengalaman baru buatku selama mempunyai
hobi membaca.
Overall,
sangat aku rekomendasikan buku gentayangan dengan format pilihlah sendiri jalan
ceritamu ini kepada pembaca yang suka dengan petualangan dan penuh tantangan
juga misteri. Yang ingin mencoba sesuatu yang baru dengan sedikit bumbu mistis
di dalamnya, dengan konsep horror yang unik namun tidak sehoror cerita-cerita
hantu pada umumnya. Wajib baca buku ini.
"Sepatu merah telah membawamu melintasi benua, meskipun kau tidak naik pesawat."
- hal. 83
R A T I N G 4.5 🌟
Bacanya pas malam, sendiri hujan deras pula. Merinding
ReplyDeleteHahahaha bener bangett :D
DeleteSetelah itu bakal ketakutan sendiri, wkwkk