Konten [Tampil]
Judul
Buku : Kita Terlalu Muda Untuk Jatuh Cinta
Penulis
: Aiu Ahra
Editor
: Dion Rahman
Penerbit
: Elex Media Komputindo
Tahun
Terbit : 2020
ISBN
: 978-623-00-1324-9
Halohaa…
Setelah
sekian lama, aku kembali lagi dengan postingan khusus untuk kutipan-kutipan
yang inspiratif dari buku yang selesai aku baca.
Kali
ini dari novel inspiratif remaja islami dari penulis Aiu Ahra yang berjudul “Kita
Terlalu Muda Untuk Jatuh Cinta”.
Semoga
suka yaa..
>>
“Pertanyaannya,
apa kita benar-benar butuh cinta yang kayak gitu sekarang?” – hlm. 24
“Manusia
nggak mungkin merindukan apa yang nggak pernah mereka miliki. Namun, justru
karena nggak memiliki itulah kerinduan muncul begitu saja. Rasa ingin. Rasa penasaran.
Bagaimana rasanya seandainya aku memiliki apa yang orang lain punya.” – hlm. 27
“Nggak
ada yang gampang dari memperjuangkan sesuatu, Na. Semua butuh proses dan
pengorbanan. Apalagi yang kamu lakukan sekarang ini, kan niatnya mau menolong
teman-teman seusia kamu supaya nggak terjerumus dalam pacaran.” – hlm. 34
“Saat
seseorang meyakini bahwa yang terjadi dalam hidupnya bukanlah suatu kebetulan,
maka dia sudah pasti yakin bahwa itu adalah takdirnya.” – hlm. 49
“Ada
rahasia yang sebaiknya jadi rahasia selamanya.” – hlm. 70
“Susah,
ya,” ucapku yang ternyata nggak dia sahuti, “memaksakan kehendak kita ke orang
lain.”
“Iya.”
“Tapi
walaupun begitu, bukan berarti apa yang kita suarakan itu salah. Cuma mungkin
pemahaman mereka belum sampai sana.” – hlm. 87
“Jatuh
cinta katanya mampu mengubah sesuatu yang biasa menjadi istimewa.” – hlm. 105
“Apa
yang mereka lampiaskan itu bukan cinta namanya, Na. Mereka cuma berdalih kalau
itu cinta. Mereka menjadikan cinta sebagai alasan untuk pembenaran tindakan
kayak gitu. Allah nggak menciptakan cinta untuk membenarkan perbuatan seperti
itu.” – hlm. 109
“Anak
Ayah jangan sampai jadi pesimistis sama cinta. Mereka cuma belum mengerti
hakikat cinta yang diturunkan Allah untuk manusia. Mereka cuma belum paham,
kalau cinta yang benar itu seperti apa.”
“Kamu
boleh nolak pacaran, itu memang nggak dibenarkan dalam agama kita, tapi jangan
menolak cinta. Karena cinta itu datangnya dari Yang Maha Menciptakan.” – hlm.
109
“Azna
nggak bisa menghindar dari perasaan itu, karena dia adalah naluri yang memang
sudah Allah tanamkan pada setiap manusia.”
“Tapi,
bukan berarti perasaan itu harus dipenuhi, apalagi sampai dengan cara yang
salah.” – hlm. 110
“Kata
orang, cinta adalah pisau bermata dua. Di satu sisi ada kehangatan, kebahagiaan,
tetapi di sisi lain … dia candu yang menyakitkan.” – hlm. 121
“Ayah
nggak akan marah kalau memang kenyataannya anak Ayah suka sama seseorang. Nggak
ada yang berhak marah untuk itu karena … itu, kan nalurinya manusia. Allah
menciptakan kita dengan naluri tertarik sama lawan jenis. Yaa … kalau enggak,
mana mungkin Ayah dan Bunda menikah terus punya kamu sekarang.” – hlm. 121
“Ternyata,
nggak ada alasan yang pasti bagi seseorang untuk menyukai orang lain. Kita bisa
saja langusng menyukainya hanya karena sering memperhatikannya. Tiba-tiba saja
dia jadi candu yang harus kita lihat terus-menerus. Mata kita tanpa sadar
mencari-cari keberadaannya. Sebab, kalau nggak terpenuhi maka kita akan berubah
gelisah. Kegelisahan yang nggak berangsur reda, bahkan setelah melihat
keberadaannya.” – hlm. 163
“Aku
memang benci orang yang pacaran. Tapi yang kubenci itu pilihannya, tindakannya,
bukan orangnya secara individu. Farah teman kita, kalau dia pacaran, artinya
aku memang benci, tapi bukan benci sama dia, tapi sama pilihannya yang
pacaran.” – hlm. 194
“Manusia
hidup dengan mempertahankan pilihan mereka, Rat. Entah itu salah atau benar.” –
hlm. 195
“Cinta
dalam hati manusia adalah fitrah. Ketertarikan pada lawan jenis adalah naluri
yang memang bertujuan menjadikan manusia berkembang biak.” – hlm. 230
“Anak
yang lahir di luar nikah bukanlah anak kandung dari ayahnya, sekalipun dia
memang ayah biologisnya. Anak di luar nikah terputus nasab dengan ayahnya, dia
cuma punya nasab dengan ibunya. Dia juga ndak berhak dapat hak waris dari
ayahnya, tapi berhak dari ibunya.” – hlm. 273
“Kita
nggak bisa berharap waktu bisa kembali, Far. Karena manusia selalu punya
penyesalan, tapi dengan itu mereka bisa belajar.” – hlm. 280
“Sebagai
muslim, kita punya agama sebagai tolok ukur dari setiap perbuatan kita.” – hlm.
280
“Saat
kamu hijrah, kamu nggak butuh penilaian orang, Far. Kamu cuma butuh penilaian
Allah.” – hlm. 280
“Pada
akhirnya, cinta cuma jadi alasan untuk membenarkan apa yang ingin dibenarkan.
Cinta merefleksikan apa yang ingin kita lihat dari seseorang.” – hlm. 282
“Kadang-kadang
cita-cita itu bisa timbul dari ketidaksengajaan.” – hlm. 290
Post a Comment
Post a Comment