Ngomongin tentang penerbit Self Publishing di zaman yang serba modern dengan segala kemudahan dan pilihan yang di dapat oleh setiap penulis serta persaingan ketat untuk bisa tembus ke penerbit mayor membuat sebagian penulis terutama bagi penulis pemula lebih memilih menerbitkan karyanya secara indie atau self publishing.
Aman nggak sih terbitin buku di penerbit Indie gitu? Satu pertanyaan yang sering ditanyakan oleh kebanyakan penulis pemula. Bukan masalah di amannya sebenarnya yang menjadi satu kekhawatiran buat beberapa penulis pemula, tapi dari segi kualitas buku, harganya, dan juga tahapan proses saat penjualan misalnya.
Tidak semua penulis mampu dan siap dengan segala kondisi dan konsekuensi yang harus dihadapi jikalau ke depannya setelah semua proses penerbitan, ditemukan satu dan beberapa kesalahan tentu yang menanggung semua itu penulisnya.
Makanya tak heran dan yang seharusnya sebelum memutuskan untuk menerbitkan karyanya di self publishing ada baiknya mencari tahu terlebih dahulu seluk-beluk dan pengalaman penulis-penulis lain yang sudah menerbitkan bukunya di penerbit indie tertentu.
Perbedaan Penerbit Self Publishing dan Penerbit Mayor
Biar nggak bingung cara membedakan dua cara dalam menerbitkan sebuah buku, penulis bisa mencari tahu terlebih dahulu keuntungan dibalik dua cara menerbitkan bukunya. Bisa dengan mencari tahu terlebih dahulu perbedaan self publishing dan penerbit mayor.
Penerbit Self Publishing adalah
Self publishing adalah seseorang yang ingin karyanya diterbitkan menjadi sebuah buku dengan cara mandiri. Semua hal yang berkaitan dengan percetakan, ilustrasi, editor, pembuatan kover dan segala urusan sebelum menerbitkan sebuah buku penulisnya langsung yang berurusan, yang memikirkan segala hal tersebut, termasuk biaya selama proses percetakan dan lain-lain.
Di Indonesia sendiri sekarang ini self publishing bukan lagi hal yang asing, justru sebaliknya. Ada banyak sekali penulis-penulis Indonesia termasuk yang pemula dan yang bahkan penulis senior memilih menerbitkan bukunya secara Indie.
Bukan tanpa alasan. Tentu saja di antaranya mungkin target untuk bisa memasuki salah satu penerbit mayor karena persaingannya, apalagi dimasa pandemi gini, royalti yang diterima penulis di penerbit mayor sangat miris sekali berbanding terbalik dengan semua upayanya selama menulis.
Penerbit Mayor adalah
Sebuah penerbit yang berskala besar dan Nasional karena setiap buku-buku yang diterbitkan melalui penerbit mayor sudah terjamin dan dipasarkan di toko-toko buku besar seperti Gramedia salah satunya.
Menjadi sebuah impian dan kebanggan tersendiri buat penulis apabila karyanya bisa tembus ke penerbit mayor. Belum lagi dengan semua urusan dibalik proses terbitnya buku, penulis hanya memantau saja, karena segala urusan disiapkan oleh penerbitnya sendiri.
Mungkin bagi penulis yang tidak menyukai dengan segala keribetan yang ada saat proses menunggu penyeleksian naskah agar bisa tembus ke penerbti mayor, banyak dari mereka menyerah dan memilih menerbitkan karyanya secara mandiri saja.
Persiapan Sebelum Memilih Self Publishing
Tentu dibalik pilihan setiap penulis pasti persiapan yang harus disiapkan dan mereka mau nggak mau harus siap menerima segala konsekuensi dari pilihannya. Termasuk saat memilih menerbitkan karyanya melalui self publishing.
1. Memiliki naskah yang diterbitkan bisa kapan saja
Jika penulis memang benar-benar menerbitkannya sendiri, untuk pilihan naskah dan genrenya pasti bebas apa saja lewat. Tapi berbeda dengan self publishing melalui pihak ketiga. Kadang-kadang ada penerbit self publishing yang membatasi genre tertentu.
Kebanyakan pun mereka yang berani memilih terbit di self publishing karena sudah memiliki pembacanya sendiri, apalagi penulis yang menulis di platform online. Meneritkan buku secara mandiri bukanlah hal yang berat bagi mereka. Karena prosesnya yang cepat, sehingga pembacanya pun bisa menikmati karya-karya mereka secara utuh.
2. Menyiapkan Desain layout dan sampul Buku/Kover
Karena semuanya dilakukan sendiri, penulis harus siap dan mampu untuk menyiapkan segala hal termasuk menyiapkan desain layout-nya dan ilustrasi kover buku.
Berbeda di penerbit mayor semuanya menjadi urusan pihak penerbit, di penerbit indie hal-hal seperti editor, desain layout, ilustrasi kover bukunya disiapkan sendiri oleh penulisnya langsung.
Tak jarang banyak kok dari mereka (penulis) yang menggunakan jasa freelancer untuk membantu karya mereka supaya tetap layak jual dan nggak kalah saing seperti buku-buku yang terbit di penerbit mayor.
Bukankah kover salah satu daya tarik pembaca pertama kali? Kalau aku pribadi sih iyaa, baru deh selanjutnya blurb buku yang ada dibagian belakang buku.
Baca Juga :
3. Buatkan dan tentukan target pembaca dan pasar
Untuk yang penulis yang sudah ada brandingnya dan banyak dikenal, terutama mereka yang memulai karir menulisnya di platform online tentu satu hal ini bukanlah hal yang sulit lagi, tidak terlalu bikin pusing dan sakit kepala.
Karena mereka yang memilih untuk self publishing tentu poin ini sudah dipikirkan sebelumnya. Apalagi kalau di platform online, pembaca disana malah yang kadang menyarankan penulisnya untuk menerbitkan karyanya secara mandiri saja. Karena selain karena prosesnya yang cepat juga alur cerita yang diharapkan oleh pembaca tidak dipangkas hingga membuat kecewa (pengalaman pribadi banget nii, wkwkw).
Kalau dari platform online ginilah yang larisnya muanis banget, kadang bukunya nggak cukup sampai harus dicetak ulang.
Tapi berbeda dengan mereka yang memulai semuanya dari nol terus tiba-tiba memutuskan untuk self publishing nggak heran kalau pembelinya masih sepi, karena si penulis belum ada pembaca yang mengenal ciri khasnya, dan kurang melakukan promosi.
Terkadang kalau pun sudah melakukan promosi ke sana kemari, masih banyak kok penulis yang gulung tikar, karena ya itu tadi kurang membrandingkan diri dan karyanya keada pembaca.
Jadi saran aku sebelum memutuskan untuk memlih self publishing, ada baiknya kenali dulu pembaca teman-teman (bagi yang seorang penulis) agar ke depan jika sewaktu-waktu menerbitkan buku secara mandiri laku keras dengan ribuan eksemplar.
4. Mengurus ISBN
Jika teman-teman menerbitkan secara mandirinya melalui pihak ketiga, dalam pengurusan ISBN bukanlah hal sulit. Karena untuk mendapat nomor ISBN teman-teman akan dibantu.
Bukankah dengan sebuah ada nomor ISBN-nya, buku tersebut sudah layak disebarluaskan dan membuat pembaca jadi lebih yakin untuk memilikinya, apalagi kalau bukunya memang benar-benar memiliki kualitas yang bagus dari sisi alur cerita di dalamnya.
5. Bebas Menentukan Harga Jual
Enaknya terbit self publishing, penulis bisa menentukan sendiri perkiraan untuk harga jual bukunya. Penulis bisa menghitung total keseluruhan dari awal proses menerbitkan buku hingga selesai.
Terkadang nggak heran sih kalau buku-buku yang terbit secara indie ini hampir berkisar di atas 100rb. Dan untuk proses penerbitan awal biasanya dibatasi hanya beberapa eksemplar, misal hanya sekitar 100-200 saja. Hal ini untuk mengetes pasaran. Jika penjualan bagus dan permintaan bertambah tak jarang penulis kembali melakukan cetak dan open PO untuk kedua dan seterusnya. Tentu ini tujuannya untuk meminimalisir kerugian yang di alami oleh penulis.
6. Kerjasama dengan Beberapa toko Buku Onlien Terpercaya
Pada dasarnya kalau penulisnya sudah memiliki branding yang bagus tentu hal ini tidak perlu lagi, tapi tidak ada salahnya juga kalau teman-teman melakukan kerjasama dengan beberapa toko buku online di Instagram untuk membantu mempromosikan dan membantu menjual buku-buku karya penulis.
Sekarang ini sudah banyak kok akun-akun yang menjual buku baik itu yang berasal dari penerbit mayor maupun Indie.
Self Publishing Sama Bagusnya dengan Penerbit Mayor
Bukan rahasia umum lagi kok kalau menerbitkan buku secara mandiri ini sangat melelahkan. Tapi jika hasil yang di dapat sepadan karena penjualannya sukses, tentu semua lelah dan pikiran terbayarkan dengan baik.
Kalau menilik selama pandemi persaingan ketat yang terasa di penerbit mayor membuat beberapa penulis memilih balik arah ke penerbit indie. Karena kalau menurutku sekarang ini hampir semua penerbit indie punya kualitas yang bagus juga kok, dari segi kualitas buku terutama, nggak kalah bagus juga dengan penerbit mayor.
Hanya saja bedanya ya palingan nggak bisa masuk toko buku, dan harus giat mempromosikan buku-bukunya secara mandiri.
Balik lagi ke pilihan dan keinginan masing-masing penulisnya saja sih. Kalau punya stok sabar yang banyak nggak ada salahnya mencoba peruntungan di penerbit mayor dan bersaing dengan penulis-penulis lain. Tapi kalau nggak sabaran, yaa ada baiknya pilih yang indie saja.
Karena kalau sudah rejeki dan berjodoh sama penerbit manapun baik itu yang penerbit self publishing dan mayor sekalipun nggak ada bedanya. Karena kesuksesan karir seseorang dibidang penulis sudah diatur, tinggal kitanya saja mau mengarahkan kemana.
Wah bermanfaat sekali deh tulisannya mbaa... Kebetulan ada niat ingin segera menerbitkan buku solo.. hehehe
ReplyDeleteDulu, sebelum bukuku masuk mayor aku juga pake self publising. Emang sih dua2nya punya plus minus sdr2. Tinggal disesuaikan dengan kebutuhan kita. Eh, aku udah lama gak nulis buku lagi. Huhu..
ReplyDeleteWajib di bookmark ini mah, saya juga pengen gitu bisa nulis buku, selama ini baru 2 kali ikutan nulis bareng 😁
ReplyDeleteImpian saya sejak kecil tuh, bisa nulis novel, eh malah nulis blog.
Maybe next, pengen serius belajar nulis buku gitu, wajib banget juga tau dunia publishing ya.
Anyway, thanks sharingnya :)